translate

ramp my enterprenuer inspiration

Jumat, 26 November 2010

Analisa kegagalan pada material

Analisa kegagalan pada material

A. Korosi pada Temperatur Tinggi

Telah diketahui bahwa korosi sebagai penurunan mutu logam akibat reaksi elektrokimia dengan lingkungannya, tetapi lingkungan yang dimaksudkan hampir selalu mengandung air. Korosi pada permukaan logam ternyata masih dapat terjadi meskipun elektrolit cair tidak ada; karena itu tidak mengherankan bila proses tersebut sering disebut korosi kering. Namun demikian, defenisi tentang korosi yang telah digunakan selama ini tidak berubah.

Barangkali proses korosi kering yang paling nyata adalah reaksi logam dengan oksigen udara. (walaupun nitrogen menjadi unsur utama yang membentuk udara, perannya tidak penting ketika logam dipanaskan di udara, karena pengaruh oksigen lebih dominan. Pada temperatur tinggi, nitrogen memang bereaksi dengan kromium, aluminium, titanium, molibdenum, dan tungsten). Kendati reaksi dengan oksigen pada prinsipnya sangat sederhana, para ilmuwan di masa lampau mengalami kesulitan dalam memahami perubahan berat yang menyertai kalsinasi (oksidasi) logam di udara. Bahkan sekarang, pengkajian tentang oksidasi dan reaksi - reaksi temperatur tinggi lain menyangkut paduan – paduan moderen telah membuktikan bahwa proses yang dilibatkan kompleks sekali.

Oksigen mudah bereaksi dengan kebanyakan logam; meskipun energi termal yang dibutuhkan untuk menghasilkan laju oksidasi yang bermakna bagi perekayasa mungkin sangat bervariasi untuk logam - logam yang berbeda pada temperatur yang sama. Pada temperatur lingkungan sehari – hari, dari kebanyakan bahan untuk rekayasa ada yang sudah teroksidasi sedemikian rupa sehingga lapisan oksida melindungi logam di bawahnya. Ada pula yang di udara kering bereaksi begitu lambat sehingga oksidasi tidak mendatangkan masalah. Pada temperatur tinggi, walau bagaimanapun, laju oksidasi logam - logam meningkat. Jadi, jika sebuah komponen rekayasa mengalami kontak langsung dengan lingkungan bertemperatur tinggi untuk waktu yang lama, komponen itu mungkin menjadi tidak berguna. Sebagai contoh, dalam udara kering yang murni pada temperatur hanya sedikit di bawah 480°C, sebuah selaput pelindung yang sangat tipis terbentuk pada permukaan baja lunak yang telah dipoles, tetapi dengan laju yang dalam pengertian rekayasa dapat diabaikan. (Laju ambang batas yang telah didefenisikan adalah 10-3 Kg m-2 jam –2). Meskipun demikian, selama proses penggilingan dan pengepresan panas terhadap baja lunak (proses yang berlangsung pada sekitar 900°C), laju oksidasi cukup besar untuk menghasilkan selapis oksida yang disebut kerak giling (mill scale), yang tidak berfungsi sebagai pelindung. Kita sudah melihat bahwa kerak giling mungkin penting pengaruhnya terhadap laju korosi baja lunak dalam lingkungan berair. Di pihak lain, kemanfaatan logam - logam seperti aluminium dan titanium bergantung pada kemampuan masing – masing dalam membentuk selaput oksida pelindung pada temperatur kamar.

Kita melihat bahwa tidak semua proses korosi tidak dikehendaki. Oksida yang terkendali pada besi dan baja dalam pembuatan senjata sudah menjadi seni tersendiri, karena dengan cara ini senjata – senjata tersebut dapat dibuat menjadi indah dan tahan lama. Dekorasi yang indah bisa diperoleh melalui pembentukan warna – warni pada permukaan logam. Titanium dapat dioksidasi secara elektrokimia agar menghasilkan warna – warni indah seperti permata. Efek – efek tersebut ditimbulkan oleh selaput oksida. Efek serupa yang mudah dijumpai adalah warna – warni pelangi pada ujung knalpot sepeda motor yang terbuat dari baja nirkarat.

Sebelum pengendalian temperatur dalam proses - proses perlakuan panas mencapai kecanggihan seperti pada masa sekarang ini, temperatur lempengan atau batangan baja sering diukur dari warna – warni yang berkembang pada permukaannya selama perlakuan panas itu berlangsung. Cara ini ternyata cukup teliti : untuk setiap kenaikan 10°C antara 230°C dan 280°C, warna logam berubah menurut urutannya adalah : gading pucat, gading tua, coklat, ungu kecoklatan, ungu, dan ungu tua. Logam baja tampak kebiruan pada temperatur 300°C.

Sampai berkembangnya motor turbin gas untuk pesawat terbang modern yang dimulai dengan motor Whittle dalam tahun 1937, penggunaan logam - logam dan paduan - paduan untuk perekayasa di lingkungan temperatur tinggi jarang yang sampai menimbulkan masalah pemilihan bahan. Walaupun turbin uap telah dikembangkan sejak akhir 1800-an dan digunakan oleh Parsons pada tahun 1897 untuk penggerak kapal laut, temperatur pengoperasian tidak terlalu tinggi sehingga bahan – bahan yang sudah ada msih dapat digunakan. Pengembangan motor turbin gas untuk pesawat sessudah Perang Dunia Kedua secara dramatik mengubah situasi tersebut.

Kondisi pengopersian kian menjadi ganas : bahan - bahan yang dibutuhkan adalah yang mampu bertahan terhadap temperatur dari 800 hingga 1000°C, masih ditambah tingkat tegangan yang besar akibat rotasi kecepatan tinggi. Ini menuntut dikembangkannya golongan paduan - paduan baru yang disebut paduan super (superalloys). Bahan dasar paduan - paduan ini kebanyakan adalah nikel, walaupun ada juga kelompok – kelompok yang menggunakan bahan dasar besi dan kobalt. Sekarang paduan super digunakan pada turbin – turbin gas untuk kapal laut, pesawat terbang, industri dan kendaraan, serta untuk wahana angkasa, motor roket, reaktor nuklir, pembangkit listrik tenaga uap, pabrik petrokimia, dan banyak lagi penerapan lain.

Baja masih menjadi bahan utama untuk penggunaan dalam turbin – turbin gas; walaupun presentasenya telah turun karena tergeser oleh paduan – paduan super dan paduan - paduan titanium. Peran serta paduan - paduan aluminium dalam pengembangan turbin gas kecil; tetapi seperti akan kita lihat, sebagai unsur tambahan aluminium penting sekali.

B. Korosi Celah

Orang sudah percaya bahwa baja nirkarat (stainless steel) mempunyai ketahanan luar biasa terhadap korosi sehingga bila bahan ini yang dipilih maka masalah korosi akan pasti terpecahkan. Walaupun memang benar bahwa baja nirkarat memperlihatkan kehebatannya dalam berbagai situasi, pada beberapa penerapan tertentu justru sangat buruk sehingga harus diwaspadai. Banyak kegagalan pada komponen – komponen baja nirkarat telah terjadi akibat korosi di celah – celah, atau di bagian – bagian tersembunyi karena volume – volume kecil elektrolit yang terperangkap di situ bisa lebih aggresif dibandingkan kalau dalam volume besar.

Pembentukan lubang – lubang pada pipa tembaga untuk sistem – sistem air tawar jarang, tetapi ini dapat terjadi bila teknik pembuatan pipa itu salah. Sepotong pipa tembaga bergaris tengah 25 mm yang rusak akibat tertinggalnya selapis pelumas organik sesudah pipa terbentuk. Dalam pembuatannya pipa dianil, dan temperatur tinggi membentuk selapis karbon di sepanjang bagian dalam pipa. Retak atau pecah yang selanjutnya terjadi pada selaput karbon menyebabkan proses pembentukan sumuran yang aktif sekali sehingga di tempat itu pipa akan tembus dalam waktu singkat. Ciri lubang – lubang akibat korosi ini adalah terbentuknya gundukan – gundukan kecil melingkar yang merupakan hasil korosi di sekitar lubang.

Kendati korosi celah sama sekali bukan masalah yang baru, seperti korosi dwilogam, para perekayasa sering masih kurang menghayati pentingnya perancangan dan pemilihan bahan secara tepat guna mendapatkan ketahanan yang memadai terhadap korosi. Pada tahun 1981 dilaporkan bahwa salah satu masalah paling serius dalam industri nuklir AS adalah serangan – serangan lokal pada tabung – tabung Incole 600 akibat korosi dalam celah – celah di antara tabung – tabung dan pelat – pelat penyangga dari baja karbon. Karena sekitar 60 generator uap yang terkena masalah ini, biaya penanggulangannya ditaksir sekitar 6000 juta dollar.

C. KOROSI SUMURAN

Korosi sumuran (pitting corrosion) adalah korosi lokal yang secara selektif menyerang bagian permukaan logam yang :
a) Selaput pelindungnya tergores atau retak akibat perlakuan mekanik;
b) Mempunyai tonjolan akibat dislokasi atau slip yang disebabkan oleh tegangan tarik yang dialami atau tersisa;
c) Mempunyai komposisi heterogen dengan adanya inklusi, segregasi atau presipitasi.

Pengamatan terhadap lubang - lubang atau ceruk - ceruk akibat korosi celah kadang - kadang dapat menyebabkan kita bingung tentang perbedaan antara kedua bentuk korosi itu. Sebuah makalah penting mengenai ini yang ditulis oleh Wilde menguraikan sejumlah kesamaan yang menyolok antara mekanisme penjalaran korosi celah dan korosi sumuran. Begitu terbentuk, sebuah ceruk menunjukkan perilaku yang sangat mirip dengan proses korosi celah yang telah dijelaskan. Bagaimanapun korosi sumuran dapat dibedakan dari korosi celah dalam fase pemicuan-nya. Jadi, sementara korosi celah dipicu oleh beda kosentrasi oksigen atau ion - ion dalam elektrolit, korosi sumuran (pada permukaan yang datar) hanya dipicu oleh faktor - faktor metalurgi.

Berikut ini kita akan membahas korosi sumuran pada besi atau baja karena mekanisme pembentukannya menggambarkan kemajuan yang nyata dalam pemahaman tentang korosi ini.

Sudah banyak orang mengetahui bahwa bila selembar baja lunak yang bersih dibiarkan kehujanan dalam beberapa hari akan terkorosi dengan cepat dan “karat” yang terbentuk akan berupa endapan keras, keropeng, atau tonjolan - tonjolan bundar, pada bagian - bagian tertentu dimana titik - titik air menggenang lebih lama. Kalau “karat” itu kemudian dihilangkan dengan sikat kawat, kita akan menjumpai lubang - lubang di tempat yang semula tertutup hasil korosi. Pada tahap ini, kita menggunakan istilah “karat” dalam tanda kutip, karena dalam penngertian sehari – hari kata itu berarti produk korosi kecoklatan yang terbentuk di permukaan besi atau baja yang terkorosi. Produk korosi ini sesungguhnya suatu campuran dari sejumlah bahan kimia sehingga kata “karat” sebetulnya mempunyai makna yang lebih tepat.

Penjelasan klasik tentang pembentukan ceruk di bawah titik air di permukaan besi antara lain diajukan oleh Evans. Pembentukan sebuah ceruk didahului oleh korosi biasa di seluruh permukaan yang dibasahi air, mungkin akibat efek batas butir sederhana. Konsumsi oksigen pada reaksi katoda normal dalam larutan netral menyebabkan terjadinya gradien kosentrasi oksigen dalam elektrolit. Mudah dipahami bahwa daerah basah yang bersebelahan dengan udara atau antarmuka elektrolit menerima oksigen dari difusi lebih banyak ketimbang daerah di pusat tetesan air yang terletak paling jauh dari sumber pemasokan oksigen. Gradien kosentrasi ini daerah di tengah itu mengalami polarisasi anodik sehingga terlarut dengan aktif :
Fe → Fe2+ + 2e-
Ion - ion yang dibangkitkan di daerah katoda terdifusi ke arah dalam dan bereaksi dengan ion - ion besi yang terdifusi ke arah luar, sehingga terjadilah pengendapan produk korosi tak dapat larut di sekeliling cekungan, atau ceruk. Ini selanjutnya menghambat difusi oksigen, mempercepat proses anodik di pusat tetesan dan menyebabkan reaksi bersifat otokatalik.

Sampai di sini, ada baiknya kita memahami betul bagaimana ekspresi yang disederhanakan dalam persamaan di atas. Langkah – langkah yang terjadi mungkin sebagai berikut :
a) Fe + H2O → Fe(H2O)ads
b) Fe(H2O)ads → Fe(OH-)ads + H+
c) Fe(OH-)ads → Fe(OH)ads + e-
d) Fe(OH)ads → Fe(OH)+ + e-
e) Fe(OH)+ + H+ → Fe2+ + H2O

Dalam ekspresi – ekspresidi atas, ads adalah kependekan dari adsorbed dan menyiratkan bahwa reaksi berlangsung dalam fase padat di antarmuka pada/cair. Contoh ini tidak dimaksudkan untuk menakut – nakuti pembaca, namun sekedar mengingatkan tentang rumitnya reaksi – reaksi yang sepintas tampak sederhana, khususnya dalam proses yang dikenal sebagai pembentukan karat biasa.
D. FATIK

Fatik dapat diartikan sebagai keluluhan yaitu merupakan skor logam yang timbul akibat pembebanan yang besar sehingga mengalami perubahan pada sifat logamnya.
Kekuatan tarik dapat dijadikan sebagai pedoman dasar untuk konstruksi yang mengalami perubahan pada sifat logamnya. Kekuatan tarik dapat dijadikan pedoman dasar untuk konstruksi yang mengalami beban tarik listrik. Jumlah static/siklus yang dipikul oleh logam akan turun dengan naiknya variable yang mempengaruhi daya tahan fatik.
1. Penyelesaian permukaan
Retak fatik kerap kali berawal dari permukaan komponen bekas permesinan atau ketidakpastian lain harus dihilangkan dan usaha ini berpengaruh sekali terhadap fatik. Perlakuan permukaan akan meningkatkan umur fatik.
2. Frekuensi siklus tegangan
Pengaruh terhadap umur fatik hamper tidak ada walaupun penurunan frekwensi biasanya menurunkan umur fatik.
3. Temperatur
Kekuatan fatik yang paling tinggi pada temperature rendah dan berkurang secara bertahap.
4. Tegangan rata-rata
Kondisi fatik dimana tegangan rata-rata tidak besar dari tegangan luluh.

E.DISLOKASI
Pada kenyataan kekuatan logam jauh dibawah kekuatan teoritis, ini berarti ada sesuatu didalam logam yang menurunkan kekuatannya yang disebut dislokasi.
Jadi, secara singkat dislokasi menurunkan kekuatan logam atau dislokasi ini adalah cacat di dalam logam yang menurunkan kekuatan logam tersebut.
Menurut modelnya, dislokasi dibagi dua yaitu:
 Dislokasi sisi
apabila garis dislokasi tegak lurus terhadap bidang slip
 Dislokasi ulir
apabila garis dislokasi sejajar terhadap bidang slip

F.MEKANISME CREEP
Creep didefinisikan sebagai aliran plastis pada kondisi tegangan konstan dan meskipun sebagian besar pengujian dilakukan dengan pembebanan konstan. Meskipun creep tidak terjadi disuhu rendah dimana pergerakan atas dapat diabaikan akan tetap bertambah secara dispensil dengan meningkatnya suhu.
Jadi creep dapat didefinisikan sebagai deformasi yang terjadi secara kontinu bila mendapat beban terus menerus hingga terjadi patah. Patah ini terjadi biasanya pada bagian yang kadar karbonnya paling rendah
Dari diagram berikut terlihat bahwa laju regengan bergerak secara perlahan naik seiring dengan bertambahnya tegangan atau pada suhu yang tinggi sedangkan mekanisme mulur tidak terjadi pada suhu rendah.
Digg Google Bookmarks reddit Mixx StumbleUpon Technorati Yahoo! Buzz DesignFloat Delicious BlinkList Furl

0 komentar: on "Analisa kegagalan pada material"

Posting Komentar