| |
Definisi lain GKM adalah sejumlah karyawan dengan pekerjaan yang sejenis yang bertemu secara berkala untuk membahas dan memecahkan masalah-masalah pekerjaan dan lingkungannya dengan tujuan meningkatkan mutu usaha dengan menggunakan perangkat kendali mutu.
Mutu usaha secara keseluruhan meliputi :
a. Quality produk, biaya dan waktu penyediaan.
b. Keamanan, keselamatan dan kenyamanan kerja.
c. Dampak yang ditimbulkan terhadap lingkungan disekitarnya.
B. Asas-asas Pokok GKM
1. Asas Pembangunan Manusia
Sejarah GKM adalah sejarah yang bertolak dari upaya pemecahan masalah dengan penempatan peranan manusia yang lebih bermakna, khususnya para pekerja pelaksana dalam pemecahan masalah pekerjaan. Titik tolak falsafah pembangunan manusia (people building philosophy) yang tanpa batas ini hendaknya senantiasa dipertahankan agar dalam menghadapi berbagai masalah produktivitas, asas ini tidak ditinggalkan sehingga GKM akan tetap menjadi seperti apa yang dicita-citakan.
2. Asas Dinamika Kelompok dan Kerjasama Kelompok (Group Dynamic and Teamwork)
Upaya dan karya GKM adalah upaya dan karya bersama (kelompok), artinya kemajuan dan keberhasilan GKM adalah bertumpu pada sumber daya kekuatan-kekuatan kelompok yang saling menunjang (human synergistic) dan saling mengindahkan (win-win style), sehingga semua pihak yang berkepentingan terhadap keberhasilan GKM hendaknya senantiasa ikut serta dalam mengarahkan dan memelihara kelompok atau gugus ini, sehingga akan tetap bertahan menjadi kelompok dan bukan sejumlah orang yang dikumpulkan semata-mata.
C. Asas-asas Umum GKM
1. Asas Informalitas
Organisasi GKM adalah organisasi yang informal atau tidak resmi, artinya tidak terikat pada struktur organisasi formal yang ada, yang mungkin saja akan membatasi sekali gerakan GKM. Namun demikian, pimpinan perusahaan sangat berkepentingan dan harus merestui (mendukung) sepenuhnya atas terbentuknya GKM sekalipun pimpinan perusahaan tidak ikut campur dalam menetapkan sasaran, kegiatan dan mekanisme kerja gugus ini.
2. Asas Kesukarelaan
Keikutsertaan seseorang karyawan dalam GKM adalah diundang, yang hendaknya berdasarkan kesukarelaan semata-mata, sehingga pada dasarnya karyawan bisa saja tidak ikut serta dalam GKM sampai ia merasa dirugikan atau merasa membutuhkan sendiri.
3. Asas Keterlibatan Total
Dengan kemampuan apapun, tanpa perkecualian, tiap karyawan yang menjadi anggota GKM hendaknya dilibatkan atau melibatkan diri dalam kebersamaan dan segala upaya memecahkan permasalahan yang ditetapkan secara bersama-sama oleh gugus.
4. Asas Memadukan
GKM dalam kegiatannya memadukan pengelolaan sumber daya kelompok manusia dan sumber daya non manusia secara seimbang dengan senantiasa memperhatikan proses kelompoknya (synergistic decision making), mengingat manusia adalah sekaligus sebagai sumber daya dan sebagai pengelola sumber daya tersebut yang sangat berbeda hakekatnya dengan sumber daya yang lain.
5. Asas Belajar Bersama secara Berkesinambungan
GKM adalah kelompok yang memecahkan masalah secara terus-menerus dan sambil belajar bersama serta berkembang bersama baik di dalam maupun di luar pertemuan gugus. Pertemuan gugus yang satu ke pertemuan lain adalah kegiatan yang berkesinambungan sehingga tidak akan terjadi masalah yang tanpa penyelesaian. Bagi GKM, berkesinambungan adalah jauh lebih penting daripada jumlah masalah yang dirampungkan, sebab kesinambungan lebih menjamin mutu pekerjaan dan kepuasan kerja gugus.
6. Asas Kegunaan
Dalam upaya pemecahan masalah, GKM menganut asas kegunaan praktis, artinya keberhasilan upaya pemecahan masalahnya akan diukur terutama dari segi praktisnya..
7. Asas Keterbukaan
Kepentingan GKM adalah kepentingan semua pihak dan kemajuan yang maksimal hanya akan dicapai jika ada keterbukaan untuk saling belajar dari semua pihak, lebih-lebih antar gugus, sehingga asas keterbukaan ini perlu senantiasa dipelihara dan dipertahankan oleh pihak manapun.
8. Asas Loyalitas pada Organisasi
Kesetiaan atau loyalitas karyawan anggota gugus yang dituntut adalah kesetiaan pada organisasi perusahaannya, bukan pada pribadi, baik atasan, pucuk pimpinan maupun pemiliknya. Ketergantungan pada pribadi seseorang akan sangat mengganggu kemantapan stabilitas) kegiatan anggotanya.
D. Tujuan Umum GKM
1. Meningkatkan keterlibatan karyawan anggota pada persoalan-persoalan pekerjaan dan paya pemecahannya.
2. Menggalang kerjasama kelompok (teamwork) yang lebih efektif.
3. Meningkatkan kemampuan memecahkan masalah.
4. Meningkatkan pengembangan pribadi dan kepemimpinan.
5. Menanamkan kesadaran tentang pencegahan masalah.
6. Mengurangi kesalahan-kesalahan dan meningkatkan mutu kerja.
7. Meningkatkan motivasi karyawan.
8. Meningkatkan komunikasi dalam kelompok.
9. Menciptakan hubungan atasan-bawahan yang lebih serasi.
10. Meningkatkan kesadaran tentang keselamatan kerja.
11. Meningkatkan pengendalian dan pengurangan biaya.
E. Hubungan GKM dengan TQC
Pengendalian Mutu Terpadu (TQC) adalah suatu sistem yang memadukan pengembangan pemeliharaan, perbaikan mutu usaha untuk mencapai produksi pada tingkat yang paling ekonomis dan dapat memenuhi kepuasan pelanggan (konsumen).
Dalam penerapannya, TQC membutuhkan partisipasi dari semua orang (karyawan) dan melibatkan semua fungsi departemen yang ada di dalam suatu perusahaan atau disebut dengan Company Wide Quality Control (pengendalian mutu perusahaan secara menyeluruh).
Dalam pelaksanaannya juga, program TQC dilandasi oleh beberapa hal, yaitu :
· People Building
Manusia sebagai subjek yang dinamis sehingga sangat penting adanya usaha untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang ada.
· Team Building
Adanya pembentukan kelompok-kelompok kecil yang dinamis yang berupaya untuk menyelesaikan masalah operasional di lokasi kerjanya masing-masing.
· Market in
Semua usaha atau langkah tindakan perlu mencerminkan kepuasan bagi pihak yang menggunakan hasil kerja kita atau disebut dengan istilah yang populer yaitu the next process in our customer.
· Problem is Opportunity for Progress
Semua masalah yang timbul jangan dihindari, justru masalah dijadikan suatu kesempatan untuk melakukan suatu perbaikan (improvement).
GKM bisa dijadikan salah satu alat untuk menunjang penerapan TQC, karena pada dasarnya GKM juga berangkat dari suatu kelompok karyawan yang mempunyai semangat yang besar untuk menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi di lokasi kerjanya, sehingga bisa dicapai suatu perbaikan (improvement).
Tetapi yang perlu diperhatikan di sini adalah penerapan TQC tidak bisa dicapai hanya semata-mata dengan membentuk GKM dalam suatu perusahaan. Adalah suatu anggapan yang keliru bahwa perusahaan yang sudah melaksanakan GKM berarti sudah menerapkan TQC, karena GKM lebih diarahkan untuk kelompok karyawan guna menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi sehari-hari, sedangkan TQC adalah suatu program yang menyeluruh yang lebih luas cakupannya sehingga perlu ditunjang juga dengan usaha (tindakan) yang lain selain membentuk dan mengaktifkan GKM.
II. PERANAN FASILITATOR DALAM GKM
Keberhasilan dan kedinamisan GKM banyak ditentukan oleh orang yang berperan sebagai fasilitator dalam gugus tersebut. Karena tugas utama seorang fasilitator adalah mengembangkan gugus mutu menjadi kelompok pemecah persoalan yang efektif. Fasilitator harus mampu turut campur dalam situasi yang tidak positif, seperti timbulnya rasa bosan atau rasa tegang dalam kelompok, persaingan antar anggota, tidak adanya partisipasi dari satu atau beberapa orang anggota, dominasi pemimpin (ketua) atau ketidakmampuan kelompok mencapai suatu kesepakatan.
Dengan ikut campur seperti di atas, fasilitator memperlihatkan adanya perhatian dan tanggung jawab terhadap kelompok. Kemampuan untuk turut campur seperti ini akan dimiliki oleh orang yang memiliki kemampuan mendengarkan yang baik yang telah membina hubungan baik dengan bawahan dan rekan sejawat dan yang memiliki bakat sebagai perantara dalam perbedaan pendapat.
Untuk menguraikan lebih dalam lagi semua penyebab, sebaiknya menggunakan metode sumbang saran (brain storming), karena semakin banyak informasi yang dikumpulkan, semakin baik hasilnya. Selain itu dengan metode bertanya “mengapa” yang berulang bisa mengefektifkan dalam menguraikan semua penyebab yang berpengaruh terhadap akibat, baik langsung maupun tidak langsung. Pertanyaan “mengapa” ini bisa dihentikan, jika dirasakan pertanyaan “mengapa” tersebut sudah tidak diperlukan karena sudah terbayang suatu tindakan penanggulangan dari penyebab tersebut.
5. Peta Kendali (Control Chart)
Merupakan grafik garis dengan pencantuman batas maksimum dan minimum yang merupakan batas daerah pengendalian. Peta kendali juga bisa dipergunakan untuk mengukur apakah proses (kegiatan produksi) dalam keadaan terkendali atau tidak. Proses dikatakan dalam keadaan terkendali jika unit yang diukur berada dalam batas-batas kendali.
Pada peta kendali bisa diketahui adanya penyimpangan tetapi tidak terlihat penyebab penyimpangan tersebut. Peta kendali hanya menunjukkan perubahan data dari waktu ke waktu.
Ada beberapa jenis peta kendali, tetapi untuk penyajian data yang sering dipakai adalah peta kendali X-R, yang bentuknya seperti di bawah ini :
6. Histogram
Histogram adalah diagram berupa diagram batang (balok) yang menggambarkan penyebaran (distribusi) data yang ada, jadi dengan menggnakan histogram, data yang dikumpulkan akan dengan mudah diketahui sebenarnya (distribusinya).
7. Diagram Tebar
Diagram tebar adalah diagram yang digunakan untuk mengetahui apakah ada korelasi (hubungan) atau tidak antara 2 variabel. Diagram tebar bisa juga digunakan untuk mengetahui apakah suatu penyebab yang diduga mempengaruhi atau tidak terhadap akibat (masalah) yang sedang dihadapi.
B. Delapan (8) Langkah dalam GKM
Sebenarnya delapan langkah untuk menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi oleh GKM merpakan siklus PDCA yaitu Plan (rencana), Do (mengerjakan), Check (memeriksa), Action (tindakan). Hal ini dapat dilihat pada gambar dibawah :
1. Langkah 1 : Menentukan Tema Masalah
Tema merupakan kejadian atau masalah yang perlu ditanggulangi oleh GKM yang diambil dari masalah yang berkembang di lingkungan kerja GKM. Cara penentuan tema bisa dilakukan 2 cara :
a. Mengambil salah 1 masalah tema) yang menjadi prioritas dari beberapa masalah yang ada di lokasi kerja gugus. Hal-hal yang mendasari prioritas ini misalnya masalah tersebut mempunyai peluang besar kontribusinya terhadap mutu usaha (cost, kualitas produk, safety, dsb).
b. Mengambil 1 masalah (tema) yang ada di lokasi kerja gugus yang menjadi kesepakatan dari semua anggota gugus.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penentuan tema (penilaian masalah) :
a. Menyangkut bidang kerja dan mengacu pada kebijaksanaan manajemen (perusahaan).
b. Mampu dipecahkan oleh gugus, terutama pada awal terbentuknya gugus, sebaiknya memilih tema yang relatif mudah.
c. Masalah (tema) yang dipilih harus spesifik (tidak terlalu luas), sehingga siapapun bisa mengerti dengan jelas dengan membaca tema tersebut.
2. Langkah 2 : Menyajikan Fakta dan Data
Langkah kedua ini ditujukan untuk menyajikan semua fakta dan data yang diperlukan untuk mendukung beberapa hal, misalnya :
a. Menyajikan data sebagai dasar pemilihan tema (masalah).
b. Menyajikan data yang menggambarkan masalah yang dihadapi (yang akan diselesaikan)
Alat-alat yang bisa digunakan pada langkah kedua ini misalnya :
a. Diagram Pareto, digunakan untuk memparetokan semua masalah yang ada di lokasi kerja sehingga bisa diketahui masalah yang menjadi prioritas untuk diselesaikan terlebih dahulu.
b. Histogram, digunakan untuk menyajikan data-data sebagai gambaran awal dari suatu masalah yang akan diselesaikan.
c. Peta Kendali, digunakan untuk menyajikan penyimpangan-penyimpangan dari suatu masalah yang dihadapi dan yang akan diselesaikan.
d. Stratifikasi, lembar periksa, yang keduanya bisa digunakan untuk memulai suatu penentuan tema (masalah)
3. Langkah 3 : Menentukan Penyebab
Menentukan penyebab dibagi menjadi 2 tahap yaitu :
a. Menentukan semua penyebab yang mungkin berpengaruh terhadap masalah. Untuk menentukan semua penyebab ini bisa digunakan alat diagram Tulang Ikan (Ishikawa) dengan teknik sumbang saran yang melibatkan semua anggota gugus.
b. Memilih penyebab yang paling mungkin (dominan) di antara semua penyebab yang ada (point no. 1). Untuk memilih penyebab yang dominan ini bisa dilakukan 2 cara sesuai dengan karakteristik penyebabnya.
· Jika penyebab-penyebab tersebut pengaruhnya bisa dikuantitatifkan, maka bisa menggunakan diagram pareto sehingga akan dipilih penyebab yang berpengaruh paling besar, atau bisa menggunakan diagram tebar sehingga akan diketahui penyebab-penyebab yang benar-benar memberikan pengaruh terhadap masalah.
· Jika penyebab-penyebab tersebut pengaruhnya tidak bisa dikuantitatifkan (kualitatif), pemilihan penyebab yang dominan bisa dilakukan melalui kesepakatan yang melibatkan semua anggota gugus.
Perlu diingat juga bahwa sering dijumpai dari penyebab-penyebab yang sudah dikumpulkan sangat sulit untuk menentukan penyebab yang dominan. Oleh karena itu, pemilihan penyebab yang dominan ini bisa diabaikan dan semua penyebab yang sudah dkumpulkan tadi langsung dibuat rencana penanggulangannya (rencana perbaikan).
4. Langkah 4 : Merencanakan Perbaikan
Langkah ke-4 ini bertujuan mencari pemecahan untuk menghilangkan semua penyebab (penyebab yang dominan) yang sudah ditentukan sebelumnya. Merencanakan langkah perbaikan di dalam GKM dapat ditentukan dengan teknik sumbang saran (penyampaian ide) dari semua anggota gugus dengan tetap mengacu pada pemilihan langkah perbaikan yang paling efektif dan efisien.
Untuk memudahkan penjabarannya, merencanakan langkah perbaikan bisa menggunakan prinsip 1H-5W yaitu How, What, Why, Where, Who, dan When.
5. Langkah 5 : Melaksanakan Perbaikan
Langkah ke-5 ini adalah melaksanakan semua rencana perbaikan yang sudah disepakati dan dibahas dengan matang oleh semua anggota gugus.
Dalam melaksanakan perbaikan ini perlu dijelaskan juga tentang pentingnya kesungguhan dan partisipasi penuh dari semua anggota gugus sesuai tugas yang sudah dibagikan dan diharapkan juga semua pelaksanaan dari rencana perbaikan bisa diselesaikan sesuai dengan waktu yang disepakati.
6. Langkah 6 : Memeriksa Hasil Perbaikan
Setelah semua rencana sudah dilaksanakan dengan benar sesuai dengan yang disepakati, maka langkah selanjutnya adalah memeriksa hasil dari perbaikan tersebut, untuk mengukur apakah semua perbaikan yang dilakukan oleh gugus bisa menanggulangi penyebab yang mempengaruhi suatu masalah.
Cara memeriksa hasil perbaikan ini bisa dilakukan dengan membandingkan kondisi masalah sebelum perbaikan dan kondisi masalah setelah perbaikan atau dengan membandingkan data yang menggambarkan masalah sebelum perbaikan dan data yang menggambarkan setelah perbaikan.
Penyajian data yang menggambarkan masalah setelah perbaikan hendaknya menggunakan alat yang sama dengan penyajian data yang menggambarkan masalah sebelum perbaikan. Jika sebelumnya menggunakan diagram pareto, maka setelah perbaikan harus menggunakan diagram pareto. Alat-alat lain yang digunakan di langkah ke-6 selain diagram pareto adalah lembar periksa, histogram dan peta kendali.
7. Langkah 7 : Standarisasi
Setelah langkah perbaikan yang dilakukan sudah diperiksa dan bisa mengatasi penyebab masalah yang dihadapi, langkah berikutnya perlu dibuatkan standarisasi yang bisa dijadikan acuan kerja di lokasi kerja gugus dan ditujukan pula untuk mencegah masalah yang muncul sebelumnya akan terulang lagi. Jika perlu standarisasi ini juga bisa disebarluaskan kepada lokasi kerja yang lain yang sejenis dengan lokasi kerja gugus. Standarisasi yang dibuat bisa meliputi standar untuk cara kerja (metode), manusia (operator/mekanik), material, mesin dan lingkungan kerja.
8. Langkah 8 : Merencanakan Langkah Berikutnya
Pada dasarnya merencanakan langkah berikutnya adalah menentukan masalah selanjutnya yang akan diselesaikan oleh gugus dan prinsipnya sama dengan penentuan tema masalah seperti di langkah pertama yaitu masalah yang dipilih untuk diselesaikan bisa melalui 2 cara yaitu :
· Memilih masalah yang paling prioritas dari masalah-masalah yang ada di lokasi kerja, atau
· Memilih masalah melalui kesepakatan semua anggota gugus
Sebelum membahas lebih lanjut, ada baiknya bila terlebih dulu melihat kembali, jenis-jenis alat bantu yang tergabung dalam "The 7 QC Tools" dan cara penggunaannya, sebagai berikut :
1. Checksheet
Alat bantu ini sangat tepat digunakan sebagai alat PENGUMPUL DATA, tetapi tidak cukup memenuhi syarat bila digunakan untuk menganalisa data, karena semua data yang dikumpulkan adalah data fenomena/fakta yang sedang terjadi (berlangsung). Itulah sebabnya dikatakan bahwa Checksheet adalah alat bantu yang digunakan pada saat suatu proses/kegiatan berlangsung. Macam-macam bentuk Checksheet, tetapi yang paling populer digunakan adalah bentuk "Tally". Contoh penggunaan Checksheet : Pengumpulan score pada pertandingan bulu-tangkis.Mengingat bahwa Checksheet digunakan pada saat proses berlangsung, maka hal terpenting yang harus menjadi perhatian adalah BAGAN (kerangka) formulir untuk pengisian data. Hendaknya bagan disiapkan sedemikian rupa, agar pengisian data dapat dilakukan dengan mudah dan cepat, tetapi juga mampu memuat seluruh data yang diperlukan.
2. Pareto Diagram
Diagram Pareto pertama kali diperkenalkan oleh seorang ahli ekonomi dari Italia, bernama "Vilvredo Pareto", pada tahun 1897 dan kemudian digunakan oleh Dr. M. Juran dalam bidang pengendalian mutu. Alat bantu ini biasa digunakan untuk menganalisa suatu fenomena, agar dapat diketahui hal-hal yang prioritas dari fenomena tersebut. Maka istilah PARETO biasanya identik dengan PRIORITY.
Pada suatu diagram Pareto akan dapat diketahui, suatu faktor merupakan faktor yang paling prioritas dibandingkan faktor-faktor (minimal 4 faktor) lainnya, karena faktor tersebut berada pada urutan terdepan, terbanyak atau pun tertinggi pada deretan sejumlah faktor yang dianalisa.
Melalui dua diagram Pareto yang diperbandingkan, akan dapat dilihat perubahan seluruh/sebagian faktor-faktor yang sedang diteliti, pada kondisi yang berbeda.
Diagram Pareto juga biasa digunakan untuk dapat menentukan"pangkal persoalan", berdasarkan analisa yang massif, dengan mempertimbangkan beberapa sudut pandang. Misalnya : Ada 4 persoalan yang dihadapi, yaitu A, B, C, D. Bila ditinjau dari frekuensi kejadian, ternyata persoalan C yang paling sering terjadi, tetapi bila ditinjau dari akibatnya secara finansial, ternyata persoalan A yang paling merugikan bila tidak segera diatasi, tetapi bila dilihat dari segi enerji yang terbuang, mungkin malah persoalan B yang paling menonjol. Berdasarkan tinjauan-tinjauan inilah, kemudian dapat disimpulkan, manakah dari ke-empat faktor itu, yang akan menjadi prioritas persoalan untuk ditindaklanjuti ?
3. Histogram
Dikenal juga sebagai grafik distribusi frekuensi, salah satu jenis grafik batang yang digunakan untuk menganalisa mutu dari sekelompok data (hasil produksi), dengan menampilkan nilai tengah sebagai standar mutu produk dan distribusi atau penyebaran datanya. Meski sekelompok data memiliki standar mutu yang sama, tetapi bila penyebaran data semakin melebar ke kiri atau ke kanan, maka dapat dikatakan bahwa mutu hasil produksi pada kelompok tersebut kurang bermutu, sebaliknya, semakin sempit sebaran data pada kiri dan kanan nilai tengah, maka hasil produksi dapat dikatakan lebih bermutu, karena mendekati spect yang telah ditetapkan.
Agar Histogram memberikan gambaran yang akurat tentang kondisi hasil produksi, perlu dilakukan pengolahan data yang akurat terlebih dulu, dimulai dari pengumpulan data, tidak kurang dari 50 sampel, yaitu jumlah yang dianggap dapat memenuhi populasi yang akan diamati.
Pengolahan data pada Histogram menjadi sangat penting, terutama dalam menentu-kan besaran nilai tengah (standar) dan seberapa banyak kelas-kelas data yang akan menggambarkan penyebaran data yang tercipta.
Melalui gambar Histogram yang ditampilkan, akan dapat diprediksi hal-hal sebagai berikut :
a. Bila bentuk Histogram pada sisi kiri dan kanan dari kelas yang tertinggi berbentuk simetri, maka dapat diprediksi bahwa proses berjalan konsisten, artinya seluruh faktor-faktor dalam proses memenuhi syarat-syarat yang ditentukan.
b. Bila Histogram berbentuk sisir, kemungkinan yang terjadi adalah ketidak-tepatan dalam pengukuran atau pembulatan nilai data, sehingga berpengaruh pada penetapan batas-batas kelas.
c. Bila sebaran data melampaui batas-batas spesifikasi, maka dapat dikatakan bahwa ada bagian dari hasil produk yang tidak memenuhi spesifikasi mutu. Tetapi sebaliknya, bila sebaran data ternyata berada di dalam batas-batas spesifikasi, maka hasil produk sudah memenuhi spesifikasi mutu yang ditetapkan.
Secara umum, histogram biasa digunakan untuk memantau pengembangan produk baru, penggunaan alat atau teknologi produksi yang baru, memprediksi kondisi pengendalian proses, hasil penjualan, manajemen lingkungan dan lain sebagainya.
4. Scatter Diagram
Alat bantu ini sangat berguna untuk mendeteksi korelasi (hubungan) antara dua variable (faktor), sekaligus juga memperlihatkan tingkat hubungan tersebut (kuat atau lemah).
Pada pemanfaatannya, scatter diagram membutuhkan data berpasangan sebagai bahan baku analisisnya, yaitu sekumpulan nilai x sebagai faktor yang independen berpasangan dengan sekumpulan nilai y sebagai faktor dependen. Artinya, bahwa setiap nilai x yang didapatkan memberi dampak pada nilai y. Contohnya : Diperoleh data bahwa ada hubungan antara banyaknya komplain (x) dengan jumlah retur barang (y) : x = 5 Ã y = 50 eks.
x = 10 Ã y = 120 eks.
x = 12 Ã y = 150 eks. dst.
Melalui penggambaran data tersebut dalam scatter diagram, akan dapat dilakukan analisa lebih lanjut, sejauhmana antara faktor x dan y memiliki korelasi, yang dalam hal ini direpresentasikan sebagai nilai r (rho), yaitu nilai yang menunjukkan tingkat keeratan hubungan antar faktor tersebut. Dikatakan kedua faktor itu berhubungan sangat erat bila nilai rho mendekati angka + 1. Di samping itu, juga akan dapat disimpulkan kecenderungan arah korelasi tersebut (positif atau negatif).
Korelasi memiliki kecenderungan positif bila setiap pertambahan faktor x menyebab-kan pertambahan faktor y, sebaliknya kecenderungan negatif bila setiap pertam- bahan menyebabkan pengurangan faktor y.
5. Control Chart
Ini adalah sebuah alat bantu berupa grafik yang akan menggambarkan stabilitas suatu proses kerja. Melalui gambaran tersebut akan dapat dideteksi apakah proses tersebut berjalan baik (stabil) atau tidak ?
Alat bantu ini pertama kali diperkenalkan oleh W.A. Shewhart di Laboratorium Bell Telephone. Karakteristik pokok pada alat bantu ini adalah adanya sepasang batas kendali (Upper dan Lower Limit), sehingga dari data yang dikumpulkan akan dapat terdeteksi kecenderungan kondisi proses yang sesungguhnya. Pada dasarnya alat bantu ini adalah berupa rekaman data suatu proses yang sudah berjalan. Bila data yang terkumpul sebagian besar berada dalam batas pengendalian, maka dapat disimpulkan bahwa proses berjalan dalam kondisi stabil. Tetapi sebaliknya, bila sebagian besar data menunjukkan deviasi di luar batas kendali, maka bisa dikatakan proses berjalan tidak normal, yang bisa berdampak pada penurunan Mutu produk.
Mutu produk yang diciptakan melalui suatu proses panjang, sesungguhnya tidak pernah bisa terlepas dari variasi, yang dalam hal ini bisa dibedakan menjadi 2 kategori, yaitu : (1) "Chance Cause", yaitu variasi yang timbul secara tidak terduga dan sukar dikendalikan, dan (2) "Assignable Cause", yaitu variasi yang bisa diperkirakan penyebabnya dan memungkinkan untuk dilakukan pencegahan.
Control Chart sangat bermanfaat untuk memonitor proses operasional atau produksi agar bila terjadi suatu penyimpangan dapat segera ditindaklanjuti. Menggunakan alat bantu ini secara kontinyu, akan bisa mencegah persoalan mutu yang berlarut-larut dan cacat produk yang berlebihan.
6. Graphs (Block diagram, Pie Chart, Sun Chart etc.)
Grafik biasa digunakan sebagai alat bantu untuk menerangkan suatu kondisi, menggambarkan trend, memprediksi situasi secara lebih jelas, melalui sejumlah data yang digambarkan, baik dalam bentuk balok (block), lingkaran (Pie Chart), garis (Line chart) dan lain sebagainya.
Penggambaran grafik yang tepat akan memberikan kemudahan dalam membaca data yang ditampilkan, sehingga memungkinkan untuk penelitian atau analisa lebih lanjut.
7. Ishikawa Diagram
Ini adalah satu-satunya alat bantu yang menggunakan data verbal (non-numerical) atau data kualitatif dalam penyajiannya.
Alat bantu ini menggambarkan tentang suatu kondisi "penyimpangan mutu" yang dipengaruhi oleh bermacam-macam penyebab yang saling berhubungan.
Berbeda dengan alat-alat bantu lainnya, karena penggunaannya akan lebih efektif bila dilakukan dalam kelompok. Sehingga alat bantu ini seringkali identik dengan kegiatan kelompok. Di samping itu, manfaat optimum diperoleh bila Ishikawa Diagram mampu menampilkan akar-akar penyebab yang sesungguhnya dari suatu penyimpangan (ketidakbermutuan).
tools atau yang biasa disebut 7 QC tools merupakan salah satu metode untuk menjabarkan masalah-masalah yang terdapat pada suatu sistem kerja, kemudian mencari penyebab dari permasalahan tersebut, sehingga dapat diterapkan dalam proses pengendalian kualitas (quality control). Yang termasuk dalam 7 tools adalah :
1. Check sheet
Check sheet merupakan lembar pemeriksaan untuk memudahkan dan menyederhanakan pencatatan data. Contoh :
2. Histogram
Histogram menggambarkan bentuk distribusi karakteristik mutu yang dihasilkan oleh data yang dikumpulkan melalui check sheet. Contoh :
3. Diagram pareto
Diagram ini menggambarkan unsur karakteristik mutu yang paling dominan dari unsur-unsur lainnya. Contoh:
4. Diagram sebab akibat (fish bone diagram)
Fishbone diagram digunakan untuk mencari semua penyebab dari suatu permasalahan berdasarkan komponen-komponen yang terkait pada sistem kerja tersebut.
Contoh :
5. Stratifikasi
Tool ini mengelompokkan sekumpulan data yang mempunyai karakteristik sama. Contoh:
6. Diagram tebar
Scatered diagram digunakan untuk menentukan korelasi antara penyebab dan akibat yang timbul dari suatu permasalahan. Contoh :
7. Grafik dan peta kendali
Tool ini digunakan untuk menetapkan batas-batas tindakan pengambilan keputusan dalam pengendalian mutu secara statistik. Contoh:
7 new tools
7 new tools atau 7 new QC tools mempunyai kegunaan yang serupa dengan 7 tools. Namun 7 new tools ini lebih banyak digunakan pada level manajerial. Yang termasuk 7 new tools adalah:
1. Diagram hubungan
Relation diagram dapat memberikan penjelasan pada hubungan kausal yang saling menjalis (intertwined causal relationship) pada permasalahan yang kompleks untuk memperoleh solusi yang sesuai. Diagram ini sebenarnya hampir mirip seperti influence diagram. Contoh dari diagram ini dapat dilihat seperti berikut.
2. Diagram afinitas
Affinity diagram memberikan penjelasan permasalahan yang penting, tetapi belum terungkapkan, yaitu dengan mengumpulkan data verbal dari situasi yang tidak teratur dan membingungkan kemudian menganalisis data tersebut dengan afinitas mutual. Alat ini merupakan bagian dari group method approach.
3. Diagram sistematis
Systematic diagram adalah suatu metode untuk mencari cara yang paling sesuai dan efektif untuk mencapai tujuan yang ada. Dalam sumber yang lain diagram ini juga sering disebut dengan tree diagram. Contoh dari alat ini adalah sebagai berikut :
4. Diagram matriks
Matrix diagram memberikan penjelasan pada titik permasalahan melalui pemikiran multidimensional. Alat ini biasa digunakan dlam perancangan sebuah produk. Contoh dari diagram matrik seperti berikut.
5. Metode matriks data analisis
Matrix data analysis ini mengatur data dan menampilkannya dalam sebuah diagram matriks, sehingga data dengan jumlah besar dapat divisualisasikan dan dipahami dengan mudah.
6. Metode PDPC
Process decision program chart method dapat membantu dalam menentukan proses yang akan digunakan untuk mendapatkan hasil yang diinginkan dengan mengevaluasi kemajuan dari peristiwa dan variasi hasil yang mungkin.
7. Metode diagram panah
Arrow diagram method digunakan untuk menyusun rencana harian yang paling sesuai dan memonitor perkembangannya secara efisien. Alat ini sering digunakan dalam manajemen proyek untuk menentukan jalur kritis.
Setelah melihat ketujuh tools di atas yang merupakan 7 perangkat awal dan 7 perangkat baru maka kita dapat melihat perbedaan keduanya. 7 tools merupakan suatu alat yang mengumpulkan data terlebih dahulu baru menjelaskan permasalahan apa yang terjadi atau lebih dikenal dengan pendekatan analitis (analytical aproach). Sementara, 7 new tools mendefinisikan masalah sebelum mengumpulkan semua data terlebih dahulu. Beberapa keuntungan menggunakan new 7 tools antara lain:
- Mengorganisir data-data yang bersifat verbal (bersifat kualitatif)
- Mengembangkan beberapa ide
- Meingkatkan proses perencanaan
- Menghilangkan kesalahan dan mengindari informasi yang miss
- Menjelaskan permasalahan secara jelas
0 komentar: on "pengendalian dan penjaminan mutu, 7P"
Posting Komentar